Sebagaimana dilansir oleh
Tribunnews, Peneliti senior Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Ignatius Haryanto mengatakan
bahwa saat ini kondisi industri penyiaran Indonesia sangat tidak sehat.
Oleh karena itu, ia
menginginkan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) tidak semata-mata hanya memberikan
masukan terkait isi siaran kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Ignatius menyoroti kepemilikan
media saat ini, khususnya televisi yang terlalu terkonsentrasi di beberapa
pihak. Meski UU Penyiaran menyebutkan adanya pembatasan kepemilikan, tetapi
dalam kenyataannya tidak dijalankan sama sekali.
UU Penyiaran telah mengatur dengan
detail bagaimana satu orang pemilik atau badan usaha hanya boleh memiliki dua
lembaga penyiaran di dua provinsi yang berbeda.
Pada praktiknya, kata dia, satu
orang bisa memiliki dua sampai empat stasiun TV dalam satu provinsi.
"Saya kira masalah utamanya
ada di pihak yang berurusan dengan pengaturan undang-undang, dalam hal ini
adalah Kementerian Kominfo tidak bertindak dengan tegas. Karena itu momen
perpanjangan izin penyiaran seharusnya bisa dijadikan Kominfo dan KPI untuk
mengatur ulang hal tersebut," ujar Ignatius Haryanto ketika
ditemui di Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Terpusatnya kepemilikan, menurut
Ignatius, akan membawa dampak buruk bagi masyarakat, terutama dalam bidang
politik dan berdemokrasi. Ia mencontohkan, performa televisi pada masa pemilu
2014, di mana ada keberpihakan media kepada kandidat calon presiden yang sedang
bertarung.
"Saya rasa ini buruk bagi
publik karena tidak memberikan pendidikan politik yang baik. Bahkan sampai
sekarang masih ada grup media yang mempromosikan partainya. Ini kan merupakan bentuk
propaganda politik dari pemiliknya. Padahal UU jelas menyebutkan bahwa
frekuensi penyiaran adalah milik publik," jelasnya.
Untuk membenahi kondisi yang sudah
tidak sehat itu, ia merasa perlu adanya sanksi yang lebih jelas dan ketegasan
dari KPI. Selama ini KPI hanya menerapkan sanksi berupa peringatan. Padahal, UU
juga sudah mengatur mekanisme sanksi dalam bentuk denda.
Ia juga menegaskan, evaluasi
perpanjangan izin penyiaran yang sekarang sedang berlangsung seharusnya bisa
dimanfaatkan KPI untuk membuat posisi tawar yang lebih kuat. Dengan begitu KPI
bisa menjadi lembaga regulator penyiaran yang ditaati oleh lembaga penyiaran
swasta.
"Perlu mekanisme sanksi yang
lebih efektif, supaya stasiun TV jera. Kadang-kadang sanksi hanya berupa
teguran. Ini bisa dielaborasi lebih jauh, bukan untuk membunuh TV, tetapi
melindungi kepentingan publik," pungkasnya.
Pelanggaran sekarang ini telah dilakukan perusahaan televisi
swasta nasional besar seperti grup RCTI, grup Anteve dan grup Trans TV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar